ESAY

RANITIDIN
Oleh: Nazma Sheny Latifa (23102122)




Penggunaan obat di Indonesia umumnya diberikan melalui beberapa rute sesuai dengan sifat dan tujuan dari penggunaan obat. Rute peroral banyak diminati karena rute peroral lebih nyaman dan lebih mudah dalam penggunaanya. Namun, tidak semua obat yang dikonsumsi secara peroral memiliki waktu tinggal yang lama di dalam lambung. Obat-obatan yang memiliki aksi lokal di lambung, absorbsi baik di lambung, tidak stabil dan terdegradasi di saluran intestinal (kolon) sangat cocok dimodifikasi sistem penghantaran obatnya agar dapat memperpanjang waktu tinggal di lambung (Sulaiman, 2007).
Ranitidin HCl adalah salah satu obat histamin H2 reseptor antagonis yang efektif dalam penghambatan sekresi asam lambung (Yadav et al., 2010). Ranitidin HCl memiliki waktu paruh yang relatif cepat sekitar 2-3 jam. Ranitidin dimetabolisme di saluran intestinal atau kolon, sehingga bioavailabilitas ranitidin HCl di kolon menjadi sangat rendah (Lancey and Basit, 2001). Selain itu, ranitidin HCl diabsorbsi sangat baik di lambung dan dalam jumlah yang lebih kecil di usus halus (Nugroho et al., 2011).
Salah satu teknik dalam gastroretentive adalah floating system. Floating system adalah sistem dengan densitas yang kecil sehingga memiliki kemampuan untuk mengembang, mengapung dan dapat tinggal lebih lama di lambung. Pada saat obat mengapung dalam lambung, obat dapat dilepaskan perlahan-lahan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Floating system dapat di desain menggunakan matriks-matriks hidrofilik dan dikenal dengan istilah HBS (hydrodinamically ballanced system) (Sulaiman, 2007). Salah satu matriks hidrofilik yang dapat digunakan dalam floating system adalah HPMC (Hidroksipropil propil metil selulosa) dan Na-CMC. Kombinasi matriks dalam pembuatan tablet dengan floating system bertujuan agar obat dapat mengambang dan dapat melepaskan zat aktifnya secara bertahap sehingga akan memperpanjang pelepasan obat.

RANITIDIN

Indikasi: 
tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia episodik kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum karena H.pylori, sindrom Zollinger-Ellison, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan bermanfaat.

Peringatan: 
lihat keterangan di atas; hindarkan pada porfiria

Interaksi: 
Lampiran 1 (Antagonis reseptor - H2) dan keterangan di atas

Kontraindikasi: 
penderita yang diketahui hipersensitif terhadap ranitidin

Efek Samping: 
lihat keterangan di atas; takikardi (jarang), agitasi, gangguan penglihatan, alopesia, nefritis interstisial (jarang sekali)

Dosis: 
oral, untuk tukak peptik ringan dan tukak duodenum 150 mg 2 kali sehari atau 300 mg pada malam hari selama 4-8 minggu, sampai 6 minggu pada dispepsia episodik kronis, dan sampai 8 minggu pada tukak akibat AINS (pada tukak duodenum 300 mg dapat diberikan dua kali sehari selama 4 minggu untuk mencapai laju penyembuhan yang lebih tinggi); ANAK: (tukak lambung) 2-4 mg/kg bb 2 kali sehari, maksimal 300 mg sehari. Tukak duodenum karena H. pylori, lihat regimen dosis eradikasi. Untuk Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), 150 mg 2 kali sehari atau 300 mg sebelum tidur malam selama sampai 8 minggu, atau bila perlu sampai 12 minggu (sedang sampai berat, 600 mg sehari dalam 2-4 dosis terbagi selama 12 minggu); pengobatan jangka panjang GERD, 150 mg 2 kali sehari. Sindrom Zollinger-Ellison (lihat juga keterangan di atas), 150 mg 3 kali sehari; dosis sampai 6 g sehari dalam dosis terbagi.

Pengurangan asam lambung (profilaksis aspirasi asam lambung) pada obstetrik, oral, 150 mg pada awal melahirkan, kemudian setiap 6 jam; prosedur bedah, dengan cara injeksi intramuskuler atau injeksi intravena lambat, 50 mg 45-60 menit sebelum induksi anestesi (injeksi intravena diencerkan sampai 20 mL dan diberikan selama tidak kurang dari 2 menit), atau oral: 150 mg 2 jam sebelum induksi anestesi, dan juga bila mungkin pada petang sebelumnya.

Anak: Neonatus 2 mg/kg bb 3 kali sehari namun absorpsi tidak terjamin; maksimal 3 mg/kg bb 3 kali sehari; Usia 1-6 bulan: 1 mg/kg bb 3 kali sehari (maks. 3 mg/kg bb 3 kali sehari); Usia 6 bulan-12 tahun: 2-4 mg/kg bb (maks. 150 mg) 2 kali sehari; Usia 12-18 tahun: 150 mg 2 kali sehari.

Injeksi intramuskuler: 50 mg setiap 6-8 jam.

Injeksi intravena lambat: 50 mg diencerkan sampai 20 mL dan diberikan selama tidak kurang dari 2 menit; dapat diulang setiap 6-8 jam.

Anak. Neonatus: 0,5-1 mg/kg bb setiap 6-8 jam; Usia 1 bulan-18 tahun: 1 mg/kg bb (maks. 50 mg) setiap 6-8 jam (dapat diberikan sebagai infus intermiten pada kecepatan 25 mg/jam).

Infus intravena: 25 mg/jam selama 2 jam; dapat diulang setiap 6-8 jam.

Anak. Neonatus: 30-60 mg microgram/kg bb/jam (maks. 3 mg/kg bb sehari); Usia 1 bulan-18 tahun: 125-250 mikrogram/kg bb/jam.

Pemberian pada anak untuk injeksi intravena lambat dengan cara diencerkan hingga kadar 2,5 mg/mL menggunakan glukosa 5%, natrium klorida 0,9% atau campuran natrium laktat. Diberikan selama sekurang-kurangnya 3 menit. Untuk infus intravena, diperlukan pengenceran lebih lanjut.


KESIMPULAN

Ranitidin HCl adalah salah satu obat histamin H2 reseptor antagonis yang efektif dalam penghambatan sekresi asam lambung (Yadav et al., 2010). Ranitidin HCl memiliki waktu paruh yang relatif cepat sekitar 2-3 jam dalam darah dan memiliki bioavailabilitas yang rendah karena dimetabolisme dalam saluran GI (Gastro Intestinal) atau kolon (Irfan et al,. 2016). Obat yang memiliki aksi kerja seperti ini perlu dimodifikasi dengan floating system. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Ingale et al., (2013) tentang pembuatan ranitidin dengan floating system terbukti dapat memperlama waktu tinggal obat di cairan lambung. Ranitidin HCl dilepaskan secara perlahan-lahan selama 12 jam. Selain itu, waktu yang diperlukan ranitidin HCl untuk mengembang pada formula F8 relatif lebih cepat yaitu 10 detik dan memiliki waktu mengapung lebih lama yaitu 22 jam di dalam lambung. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ranitidin HCl yang dibuat dengan sistem mengapung dapat menjadi salah satu alternatif untuk menghasilkan waktu tinggal yang lama di dalam lambung agar mencapai efek yang maksimal.





 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelayanan Kesehatan

Tantangan dan Peluang Mahasiswa Dalam Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0

Resume "17 Mahasiswa Unusa Terpilih Program PMM ke Luar Jawa"